Rabu, 28 Oktober 2009

OPERANT CONDITIONING BY SKINNER

Abstrak: Dalam teori operant conditioning, B. F. Skinner menitikberatkan perlunya perilaku guru dan siswa diamati dalam kegiatan pengajaran pembelajaran. Skinner berpendapat bahwa tipe perilaku manusia yang terbagi atas respond dan operan, pada dasarnya dikendalikan dengan yang dikenal pengkondisian (conditioning). Khusus untuk pembelajaran operan, dapat dikembangkan pengkondisian operan (operant conditioning). Beberapa pengkondisian perilaku dapat dilakukan dengan perilaku berikut, (1) penguatan (reinforcement), (2) kelupaan dan kehilangan (forgetting and extinction), (3) kebencian dan menanggalkan (aversion and avoidance), (4) hukuman (punishment).

A. Pendahuluan

Salah satu teori belajar yang dikembangkan untuk kebutuhan kegiatan pembelajaran, adalah teori yang dikembangkan oleh B. F. Skinner. Dalam pendahuluan ini, perlu kita ketahui mengenai siapa itu (who is B. F. Skinner?) Dalam suatu referensi mengemukakan sebagai berikut.

One of the most influential psychologist ever is B. F. Skinner. Skinner was born and raised in the small rural town of Susquehanna, Pa. He graduated high school in the very same house that he was born in. He had one brother who was 2½ years younger than he, who died at the age of 16 from a cerebral aneurism. Skinner enjoyed working with his hands, many of his childhood days were spent building things such as rollerscooters, steerable wagons and sleds. And, he invented things. For example, he and a friend gathered elderberries to sell them door to door. He constructed a flotation system which separated ripe from green berries. And, he even worked on the idea of a perpetual motion machine. Skinner went through all twelve grades in one school building, graduating with only eight other students. He developed an interest art and literature through drawing in the younger grades and later reading Shakespeare. (Dews, 1970). Skinner attended Hamilton College, a small liberal arts institution, on the recommendation of a friend. He majored in English Literature and minored in Romance Languages. Here, his rebellious nature emerged when he openly revolted against the Student Life department. He refused to go to the daily mandatory chapel services, and physical education classes and made a mockery of the institution during the graduation ceremonies. Following graduation, he attempted a career in writing. He attended the Middlebury School of English in Vermont, where he met Robert Frost and wrote his first book, Digest of Decisions of the Anthracite Board of Conciliation, about a 1904 coal strike (Dews, 1970).

Yang menarik dari kutipan yang saya peroleh tersebut, adalah B. F. Skinner merupakan seorang pakar yang berasal dari kalangan biasa saja. Orang desa yang dengan giat belajar untuk meniti karir dengan sekolah dan menulis.

Lebih
jauh lagi, B. F. Skinner merupakan seorang psikolog yang mengembangkan teori, yang dikenal operant conditioning. Perhatikan kutipan berikut.

However, Skinner felt that he little to offer as a writer so he moved on to psychology. His early interest in Psychology were mostly geared toward Philosophy, as evident in his first writing of Treatise Nova Principia Orbis Terrarum. He had a minimal college psychology background in the discipline and much of his early work was on self observation of memory and perception. He learned about Pavlov through Conditioned Reflexes, and about Loeb through Physiology of the Brain and Comparative Psychology. These were assigned readings in ‘Bugsy' Morrell's biology class. Nothing quite reached Skinner until he met Fred S. Keller, a behaviorist graduate student at Harvard at the time. While in high school and college he did the bare minimum of what was required of him, he now learned to be a hard worker (Dews, 1970).

Tulisan Skinner sebagai seorang yang berminat terhadap psikologi, adalah Treatise Nova Principia Orbis Terrarum. Dalam tulisan tersebut, dia sudah melakukan pengamatan mengenai ingatan dan persepsi. Ketertarikan Skinner mengenai psikologi begitu besar hingga melahirkan tulisan-tulisan lain, diantaranyaAre Theories of Learning Necessary?”. Dalam tulisan tersebut, diawali dengan eksperimen dengan waktu reaksi burung merpati, penurunan penguatan memberikan respon rendah, dua operan, dan menyesuaikan dengan sampel. (Here, he experimented with Pigeons reaction times, differential reinforcement of slow responding, two operand, and matching-to-sample …).
Inti dari tulisan ini adalah memahami lebih jauh dari teori yang dikembangkan oleh B. F. Skinner yang dikenal dengan teori operant conditioning.

B. Pembahasan

a) B. F. Skinner on Teaching and Learning
B. F. Skinner on teaching and learning merupakan salah satu sub topik dalam buku teaching and learning assessment, yang mengulas tentang teori belajar yang dikemukakan oleh B. F. Skinner. Berikut ini kutipan yang menarik dikemukakan dalam buku tersebut (Bell, 1981).
In this section we are going to study the scientific behavioral approach to teaching and learning which B. F. Skinner has described anda researched. Skinner is regarded as one of the most influential of the modern psychologist. His work has provided a basis for many programmed instruction and individualized learning packages, and more recently, for some computer based instructional systems. Skinner’s work has also had considerable impact upon society in general, through this development and promotion of strategies for the effective and efficient modification of human behavior. One of Skinner’s major contributions to education is his experimental and scientific analysis of behavior, which has important implications for teaching and learning.

(pada bagian ini kita akan melanjutkan kajian tentang pendekatan perilaku ilmiah untuk pengajaran dan pembelajaran yang B. F. Skinner telah uraikan dan teliti. Skinner dihargai sebagai salah seorang yang berpengaruh dalam psikologi modern. Pekerjaannya adalah menyediakan sebuah instruksi program dasar dan paket pembelajaran individu, dan baru saja, untuk beberapa komputer berbasis sistem instruksional. Skinner bekerja telah memiliki dampak yang memperhatikan masyarakat secara umum, melalui pengembangan dan promosi ini sebagai strategi yang efektif dan efisien untuk memodifikasi perilaku manusia. Salah satu kontribusi utama Skinner terhadap pendidikan adalah penelitiannya dan analisis ilmiah mengenai perilaku, yang memiliki implikasi penting terhadap pengajaran dan pembelajaran).

Dari uraian yang dikemukakan dalam kutipan tersebut, sejauh ini peran Skinner dalam kegiatan pembelajaran berdampak pada luaran hasil penelitiannya yang banyak digunakan dalam kegiatan pendidikan, utamanya mengenai perilaku. Begitu besarnya perhatian Skinner terhadap perilaku, berikut ini kutipan yang menjelaskan mengenai peran penting yang ditunjukkan Skinner.

While Piaget, Guilford, and Ausubel are primarily concerned with the development of the mind or the way the mind receives and structures information (that is, what goes on in the mind), Skinner believed that study of teaching and learning depends primarily upon the observable behaviors of teachers and students. (Bell, 1981)

(Ketika Piaget, Guliford, dan Ausubel lebih awal memperhatikan pengembangan berfikir dan cara pikiran menerima, dan struktur informasi (yakni, apa yang berlangsung dalam pemikiran), Skinner percaya bahwa kajian pengajaran dan pembelajaran bergantung dapat diamatinya perilaku guru dan siswa sejak awal).

Sebagai kesimpulan dalam bagian ini, B. F. Skinner menitiberatkan bahwa perlu diamatinya perilaku guru dan siswa dalam kegiatan pengajaran pembelajaran.

b) Types of Behavior and Learning

Untuk sub topik ini, types of behavior and learning, pada dasarnya ada dua kategori yang dapat diidentifikasi dari perilaku manusia yakni, perilaku responden (respondent behavior) dan perilaku operan (operant behavior). Menurut Skinner (Bell, 1981), respondent behavior are involuntary (reflex) behavior and result from special environmental stimuli. Kemudian penjelasan lain yang dilanjutkan, (Bell, 1981) mengemukakan bahwa

Most of our behaviors are operant behaviors, which are neither automatic, predictable, nor related in any known manner to easily identifiable stimuli. Skinner believes that certain behaviors merely happen, and even if they are caused by specific (but hard to identify) stimuli, these are inconsequential to the study of behavior. The word “operant” describes an entire set of spesific instances of behaviors which operate upon the environment to generate events or responses within the environment. If these events or responses are satisfying, the probability that the operant behavior will be repeated is usually increased.

(banyak perilaku kita adalah operant behaviors, yang mana tak satupun yang otomatis, dapat diprediksi, ataupun berhubungan dalam beberapa cara yang diketahui dengan mudah stimulan mengenalinya. Skinner percaya bahwa perilaku pasti terjadi, dan bahkan jika mereka dirangsang dengan khusus (tetapi susah untuk dikenali), saat itu tidak penting untuk mengkaji perilaku. Kata operan menguraikan seluruh himpunan spesifik dari perilaku instan untuk menjalankan kegiatan terhadap lingkungan atau respon terhadap lingkungan. Jika kegiatan tersebut atau respon memuaskan, kemungkinan perilaku operan akan terulangi yang biasanya meningkat. )

Untuk masing-masing tipe perilaku tersebut, respondent behavior dan operant behavior, Skinner telah mengidentifikasi sebuah tipe pengkondisian atau conditioning. Menurut Skinner (Bell, 1981) yang dimaksud dengan conditioning, adalah a generalized teaching/learning strategy, which will facilitate learning the desired behavior.

Lebih khusus lagi, operant conditioning, yang menjadi keahlian Skinner, dapat digunakan untuk memajukan operant learning. Menurut Skinner (Bell, 1981), operant conditioning for operant learning is controlled by following a behavior with a stimulus. Stimulus yang dimaksudkan di sini, yang ditunjukkan setelah respons, yang biasanya disebut penguatan (reinforcement). Penguatan tersebut dapat bersifat positif atau negatif, penguatan positif dan negatif dapat digunakan untuk meningkatkan kemungkinan bahwa sebuah perilaku akan diulangi.

Sebagai kesimpulan, tipe perilaku manusia yang terbagi atas respond dan operan, pada dasarnya dikendalikan dengan yang dikenal pengkondisian (conditioning). Khusus untuk pembelajaran operan, dapat dikembangkan pengkondisian operan (operant conditioning).

c) Promoting Learning and Changing Behavior

Dalam sub topik ini, promoting learning and changing behavior, beberapa perilaku yang termasuk dalam memajukan pembelajaran dan mengubah perilaku ditunjukkan dengan yakni, (1) penguatan (reinforcement), (2) kelupaan dan kehilangan (forgetting and extinction), (3) kebencian dan menanggalkan (aversion and avoidance), (4) hukuman (punishment).

Perhatikan contoh yang dikemukakan oleh Skinner berikut (Bell, 1981)

(1) Teacher : “Jim, what does a mean?”

Jim : (no response)

Teacher : “well students, Jim must have forgotten how to talk.” (loud, laughter from the class, and Jim turns red with embarrassment.)

(2) Teacher : “Jim, what does a mean?”

Jim : “it means take four factors of a, which is a times a times a times a.”

Teacher : “that’s quite good Jim, it’s obvious that you have read the assignment and understand the meaning of exponents. Thank you.” (Several students turn and give Jim looks of approval.)

Dalam percakapan yang terjadi antara teacher dan Jim dalam suatu kegiatan pembelajaran. Saat Jim ditanya oleh Teacher dalam percakapan pertama, kemudian Jim tidak memberikan respon, atas tanggapan Jim tersebut maka Teacher mengatakan “well students, Jim must have forgotten how to talk”. Di dalam kalimat tersebut, teacher bermaksud untuk memberikan penguatan (reinforcement) yang sifatnya negatif. Kemudian pada percakapan kedua, Jim sudah mengajukan jawaban dengan mengatakan “it means take four factors of a, which is a times a times a times a.” Dengan respon yang diberikan oleh Jim tersebut, Teacher pun menyambutnya dengan mengatakan “that’s quite good Jim, it’s obvious that you have read the assignment and understand the meaning of exponents. Thank you.” Dalam kalimat tersebut, teacher bermaksud untuk memberikan penguatan (reinforcement) yang sifatnya positif. Skinner (Bell, 1981) berpendapat sebagai berikut.

“… the many different environmental stimuli which act as reinforces fall into two general categories, positive reinforces and negative reinforces. Skinner defines positive reinforces as stimuli which, when presented following a behavior by the learner, tend to increase the probability that particular behavior will be repeated; that is, the behavior is strengthened. … negative reinforces are stimuli whose removal tends to strengthen behaviors.

(… banyak rangsangan lingkungan yang berbeda dimana tindakan sebagai penguatan terbagi dalam dua kategori umum, penguatan positif dan penguatan negatif. Skinner mendefinisikan penguatan positif sebagai stimuli yang ditunjukkan sebagai perilaku pebelajar, cenderung kemungkinannya meningkat bahwa perilaku khusus akan diulangi; yakni, perilaku yang diperkuat. … penguatan negatif adalah stimuli yang membuang kecenderungan perilaku yang menguat.)

Skinner menjelaskan bahwa jika perilaku dipelajari tidak digunakan untuk periode waktu yang lama maka akan berakibat kelupaan dan akan butuh belajar kembali. Untuk kelupaan, dampak dari operant conditioning adalah mengurangi hilangnya waktu melintas. Banyak siswa melupakan kemampuan aljabarnya jika tidak mempraktikan antara waktu penyegaran saat di sekolah tinggi dan tamat dari sekolah. Bahkan banyak guru sekolah menengah belajar kalkulus di kampus, kita mungkin lupa banyak dan kemampuan mengenai subjek ini jika kita bekerja di sekolah dimana kita tidak mendapatkan pengajaran kalkulus untuk beberapa tahun. Sebagaimana dijelaskan dalam kutipan berikut.

If a learned is not used for a long period of time it will be forgotten and will have to be relearned. In forgetting, the effect of operant conditioning is simply lost with the passage of time. Many students forget many of their algebraic skills if they do not practice them between their freshmen year in high school and graduation from school. Even though most secondary school teachers learn calculus in college, we may forget many of the details of this subject if we work in a school where we are not assigned to teach a calculus course for several years.

Di samping kelupaan, juga dikenal dengan kehilangan (extinction). Skinner mendefinisikan kehilangan (extinction) sebagai proses terhadap tanggapan yang dikondisikan menjadi berkurang dan perlahan-lahan berkurang ketika penguatan begitu lama tidak datang. Sebuah kasus yang dihadapi dalam pengamatan Skinner dengan mengemukakan sebagai berikut.

Kehilangan merupakan perilaku yang tidak diinginkan, seperti menggunakan teknik matematika yang tidak benar atau memanjakan dengan mengisap rokok, yang sering diulangi berkali-kali dengan penguatan sekali-kali, sangat sulit untuk mencapai kepuasan. Salah seorang tutor lelaki remaja yang memiliki masalah dalam pelajaran matematika tingkat tinggi karena dia telah belajar sejumlah teknik Aljabar yang salah seperti (a + b)2 = a2 + b2. Bahkan sering dibenarkan berkali-kali, dia melanjutkan untuk membuat kesalahan yang sama ketika mencoba memecahkan masalah algoritma yang lebih kompleks.

Kemudian yang Skinner menyebutnya dengan kebencian (aversion), beliau menjelaskan bahwa kebencian (aversion) atau rangsangan kebencian (aversive stimulus) merupakan salah satu penguat negatif. Yang ditunjukkan dengan rasa tidak menyenangkan, rasa mengganggu, atau perasaan frustrasi. Di samping kebencian (aversion) juga dikenal menanggalkan (avoided). Menurut beliau dalam kutipan berikut

Ada dua cara yang cocok dengan rangsangan kebencian (aversive stimuli), satu dapat dihindari rangsangan kebencian (aversive stimulus) baik dengan membuang rangsangan tersebut setelah berhubungan atau meninggalkan lingkungan dimana rangsangan kebencian itu bercokol. Ada rangsangan kebencian (aversive stimulus) dapat ditinggalkan dengan (avoided by) mengantisipasi kejadian dan menjauh dari rangsangan tersebut. Catatan bahwa penanggalan (avoidance) dipenuhi dengan tidak pernah berhubungan rangsangan kebencian (aversive stimulus) dan menghindari (escape) dipenuhi dengan membuang rangsangan kebencian (aversive stimulus) setelah kita berhubungan dengan rangsangan tersebut.

Menurut Skinner, banyak contoh yang dapat ditemukan pada siswa mengenai aversion, escape, dan avoidance. Berikut kutipan yang mengemukakan hal tersebut.

Many examples of aversion, escape, and avoidance are found in students in mathematics classes. For example, after successfully trying to solve the problem on a test, a student may attempt to escape failure by copying answer from the paper of a student seated nearby. Some students avoid failing test by staying away from school on test days. Of course from the teacher’s point of view, the desired method for avoiding failure may be to complete all the homework assignments and to prepare for tests through concentrated review sessions.

Yang terakhir dari sub topik ini adalah hukuman (punishment). Skinner (Bell, 1981) mengemukakan bahwa

memahami hukuman (punishment) sebagai presentasi sengaja dari penguatan negatif (penguatan negatif merupakan sebuah stimulus yang membuang keinginan kuat suatu perilaku) atau sengaja membuang penguatan positif (penguatan positif adalah suatu stimulus yang mempresentasikan keinginan kuat perilaku). Skinner dan lainnya telah menunjukkan dalam eksperimen laboratorium antara binatang dan manusia yang terhukum tidak memiliki efek samping dari ganjaran. Sejumlah hukuman yang sama akan tidak memadamkan efek jumlah ganjaran yang diberikan.

Ada tiga efek yang Skinner identifikasi yakni, pertama, hukuman menekan perilaku. Kedua, menimbulkan ketidaksesuaian dengan perilaku yang dihukum, perilaku yang diubah, setidaknya untuk sementara. Ketiga, mengkondisikan orang yang dihukum untuk melakukan sesuatu yang lain dari tindakan yang membuatnya dihukum.

d) Perbandingan dengan kajian lain

Raflesiana (2007) mengemukakan bahwa

Skinner membagi penguatan menjadi 2 yaitu penguatan positif & penguatan negative. Bentuk–bentuk penguatan positif: hadiah, permen, kado, makanan, perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol)\ penghargaan. Bentuk–bentuk penguatan negative menunda\tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan /menunjukkan perilaku tidak senang Beberapa prinsip belajar Skinner: (1) Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa ,jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat, (2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, (3) Materi pelajaran digunakan system modul, (4) Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, (5) Dalam proses pembelajaran tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah untuk menghindari adanya hukuman, (6)Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah & hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer, (7) Dalam pembelajaran digunakan shaping. Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner :penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa & sebagai hukumannya anak merasakan sendiri konsekuensinya dari perbuatannya. Kesalahan dalam penguatan positif terjadi dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara dikelas yangmengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran.

Yuanita (2006) mengemukakan bahwa

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: (a) Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. (b) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Berdasarkan kajian yang dikemukakan di atas, penerapan teori Skinner yang dikenal dengan operant conditioning, bahwa perilaku guru dan siswa dapat diamati serta hal itu dapat diberikan penguatan (reinforcement). Dan pemberian penguatan tersebut akan berdampak mudahnya pengaturan aktivitas siswa, sebab siswa akan berusaha mempertahankan aktivitas yang dihargai dengan baik oleh siapa saja (misalnya, guru) dan akan berusaha untuk tidak melakukan aktivitas yang dianggap salah dan dihargai dengan buruk oleh siapa saja (misalnya, guru). Sebagai contoh, Yuanita (2006) mengemukakan

Dalam sebuah laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya dan lantai yang dapat dialiri listrik.

Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemaro untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan ke luar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilakuyang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.

Berdasarkan hasil percobannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajra adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.

C. Kesimpulan

B. F. Skinner merupakan seorang pakar yang berasal dari kalangan biasa saja. Orang desa yang dengan giat belajar untuk meniti karir dengan sekolah dan menulis. Teori yang dikembangkan oleh B. F. Skinner yang dikenal dengan teori operant conditioning.

Dalam teori operant conditioning, B. F. Skinner menitikberatkan perlunya perilaku guru dan siswa diamati dalam kegiatan pengajaran pembelajaran. Skinner berpendapat bahwa tipe perilaku manusia yang terbagi atas respond dan operan, pada dasarnya dikendalikan dengan yang dikenal pengkondisian (conditioning). Khusus untuk pembelajaran operan, dapat dikembangkan pengkondisian operan (operant conditioning). Beberapa pengkondisian perilaku dapat dilakukan dengan perilaku berikut, (1) penguatan (reinforcement), (2) kelupaan dan kehilangan (forgetting and extinction), (3) kebencian dan menanggalkan (aversion and avoidance), (4) hukuman (punishment).

DAFTAR PUSTAKA

Bell, 1981. Teaching and Learning Mathematics. United States of America: C. Brown Company Publishers.

Dews, P.B., 1970. Festschrift for B.F. Skinner. New York: Appleton-Century-Crofts, pp 1-27.

Raflesiana, 2007. Teori Belajar Behavioristik & Humanistik. Makalah disajikan dalam perkuliahan psikologi pendidikan, tidak diterbitkan.

Yuanita, 2007. Teori Belajar. Makalah disajikan dalam perkuliahan psikologi pendidikan, tidak diterbitkan.

Ditulis oleh Nasrullah (Mahasiswa program PPs UNM angkatan 2006, saat ini menjadi mahasiswa PPs UNSRI angkatan 2009)

“Polder Mathematics”

Mathematics Education in The Netherlands

Koeno Gravemeijer & Martin Kindt

Freudenthal Institute, Utrecht University


Sheltered behind its dikes, the Netherlands more or less escaped the New-Math wave that swept the world in the 1960’s. inspired by Freudhental, the Netherlands developed its own brand of mathematics education, currently known as realistic mathematics education (RME). His idagio of “mathematics as a human activity” was worked out by members of the Freudhenthal Institute and its predecessors, IOWO, and OW & OC. New ideas have taken shape in prototypes of instructional sequences that are construed in developmental research (or design research). Teacher enhancement materials, test, and background publications accompany these prototypical sequences. These materials form a source for textbook authors, teacher trainers, and school councilors and test developers. Mediated by this group, the new ideas have found their way to the instructional practice in schools.


Mathematics as a human activity

Mathematics was an outspoken opponent of the ‘new mathematics’ of the 1960s that took its starting point in a one-side structuralistic interpretation of the attainments of modern mathematics, especially set theory. Since the applicability of mathematics was also often problematic, he concluded that mathematics had to be taught in order to be useful. He observed that this could not be accomplished by simply teaching a ‘useful mathematics’; that would inevitably result in a kind of mathematics that was useful only in a limited set of contexts. However, he also rejected the alternative: if this means teaching pure mathematics and afterwards showing how to apply it, I’m afraid we shall be no better off. I think this is just the wrong order’ (Freudenthal, 1968:5). Instead, mathematics should be taught as mathematizing, and this view of the task of school mathematics was not only motivated by its importance for usefulness. For Freudhental mathematics was first and foremost an activity. As a research mathematician, doing mathematics was more important to Freudenthal than mathematics as a ready-made product. In this view, the same should hold true for mathematics education: mathematics education was a process of doing mathematics that led to a result, mathematics as-a-product. In traditional mathematics education the result of the mathematical activities of others was taken as a starting point for instruction. Freudhental (1973) characterized as an anti-didactical inversion. Things were upside down if one started by teaching the result of an activity rather than by teaching the activity itself.


History and school system

We will discuss some of the history of the many innovations in mathematics education in the Netherlands to offer some background for a sketch the mathematics curriculum in the Dutch schools. We will start out with the first projects of the IOWO, the Wiskobas project that aimed at primary school and Wiskivon that aimed at lower secondary. While changes in the primary school curriculum were the result of a cumulative effect of a long-term process of gradual changes, the government usually mandated the changes in secondary education. In the former case, there was an indirect influence by the Wiskobas project and its successors. In the latter case, the government systematically gave our institute the responsibility of developing (prototypes of) new curricula-as was the case with the Hewet project and the Hawex project (both upper secondary), the project W12-16 (for the age group 12-16; together with the National Institute for Curriculum Development, SLO), and the recent Profi project (new curriculum for the ‘exact’ stream in upper secondary education). Current projects involve goals and learning route for primary school, special education, lower secondary and vocational training.


What is “realistic”?

In RME context problems play a role from the start onwards. Here they are defined as problems of which the problem situation is experientially real to the student. Under this definition, a pure mathematical problem can be a context problem too. Provided that the mathematics involved offers a context, that is to say, is experientially real for the student. In RME, the point of departure is that context problems can function as anchoring points for the reinvention of mathematics by the students themselves.


Reinvention

Freudhental proposed ‘guided reinvention’ as an alternative for the ‘anti-didactical inversion’. Moreover, guided reinvention offers a way out of the generally perceived dilemma of how to bridge the gap between informal knowledge and formal mathematics. This principle is elaborated in many instructional sequences. As an example of the reinvention of an algorithm in primary school, we will discuss the reinvention of the long division. Further we will describe how reinvention plays out in some topics in algebra.


Text books

Most curricular changes in secondary school are based on government decisions. Usually the Freudenthal Institute would be asked to develop new curricula. The government then would mandate these new curricula, and textbook authors would use the prototypical materials that were developed to ground the new curriculum as the basis for the new textbook series. In primary school the influence was more indirect, here inspiring results of developmental research would find their way to textbooks via (journal) publications, conferences and personal contacts. In both cases, differences are to be expected between the original intent of the researchers and the actual textbooks, and their use.


Technology

The role of technology in mathematics education is growing that also holds for the Netherlands. We will show some examples of software that is used in primary and secondary education. This will include the use of web-based applets. In addition to this we will special attention to the use of graphic calculators. These are integrated in the Dutch curriculum; moreover, the use of graphic calculators is an integral part of the final exams.


Geometry

Geometry in the Dutch curriculum can be type-casted as ‘vision geometry”. The informal experiential knowledge that students have is taken as a starting point for geometry instruction. We will present some examples of vision geometry from primary-and secondary-school textbooks. Further we will discuss how geometry is used in the new profi-curriculum to foster the students’ experience with proving.

Source:

Proceeding of PME 25 In Utrecht July 12 – 17, 2001

Editor: Marja Van den Heuvel – Panhuizen